“Belakangan ini ada beberapa kasus pelanggaran Keimigrasian yang bernuansa kejahatan transnasional berhasil dicegah dan ditegakkan hukum oleh jajaran Keimigrasian di Indonesia”, buka Irjen Pol (purn) Dr. Ronny F.Sompie, S.H., M.H. Baru-baru ini, seorang perempuan asal Brasil berinisial AGA yang berprofesi sebagai pengacara di negaranya melakukan kegiatan sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Bali, dikutip dari detik.com.
Perempuan berusia 34 tahun itu akhirnya dideportasi oleh petugas Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Kamis (28/11/2024) kembali ke negaranya, karena telah melakukan tindak pidana keimigrasian menyalahgunakan izin tinggal sebagaimana dalam pasal 122 UU No 6 Tahun 2011. AGA dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.
Ronny Sompie mengungkapkan bahwa sebelumnya juga, jajaran Imigrasi di Bali telah mendeportasi perempuan asal Uganda berinisial FN (23) dilansir dari detik.com. FN terlibat kasus prostitusi online di Bali. FN diusir dari Bali lantaran menjadi muncikari. Ia menjual gadis asal Afrika yang sebelumnya telah ditangkap jajaran imigrasi saat mereka menjajakan diri di Pulau Dewata.
“FN disimpulkan menjadi pemasar wanita wanita PSK (pekerja seks komersial) yang berasal dari Afrika di Bali,” kata Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar Gede Dudy Duwita dalam keterangannya, Sabtu (16/10/2024).
Sesuai fakta, FN ditangkap petugas imigrasi yang menggelar patroli rutin di kawasan Legian. Saat diperiksa, diketahui FN masuk ke Indonesia hanya berbekal visa kunjungan sejak 2015.
Pada tahun 2023, Kantor Imigrasi Kelas I khusus non TPI Jakarta Barat menangkap 2 WNA asal Uzbekistan dan Maroko. Keduanya ditangkap terkait praktik prostitusi online.
Ronny menjelaskan bahwa berdasarkan beberapa contoh kasus keimigrasian yang diungkap oleh jajaran Imigrasi di Bali dan Jakarta, dapat diketahui betapa pengawasan keimigrasian semakin berkembang dan kuat untuk menjaga kedaulatan negara Indonesia dari kejahatan lintas negara yang dilakukan WNA termasuk mafia perdagangan orang yang menyasar Indonesia sebagai bagian dari kepentingan mereka.
Ia melanjutkan bahwa dengan adanya perubahan di Kabinet Merah Putih, jajaran Imigrasi telah berada di bawah Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Tentu perubahan struktur organisasi di jajaran Imigrasi akan semakin memperkuat kinerjanya di setiap Kabupaten dan Kota se Indonesia.
Dr. Ronny F. Sompie, SH., MH., (Dirjen Imigrasi tahun 2015 – 2020) menyampaikan harapannya, bahwa kinerja jajaran Imigrasi akan semakin diperkuat, terutama jumlah Unit Pelaksana Teknis di kewilayahan dan kuantitas sumber daya manusia yang saat ini masih kurang jumlahnya selain kualitasnya. Jumlah Kantor Imigrasi di Indonesia belum mencapai 50 % dari jumlah Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.
Lebih jauh Ronny F. Sompie menyampaikan bahwa di beberapa Provinsi, Kantor Imigrasi masih sangat terbatas sekali jumlahnya, sehingga pelayanan paspor bagi WNI dan juga pengawasan keimigrasian terhadap WNI dan WNA yang melintas masuk dan keluar Indonesia tentu mengalami kendala.
“Kasus Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO) dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM) masih perlu dilakukan upaya pencegahan dan penindakan melalui kinerja Unit Pelaksana Teknis di setiap Kabupaten dan Kota,” tutup Ronny F. Sompie sebagai Pakar Hukum Universitas Borobudur.
Leave a Reply