“Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan yang masuk kategori Transnational Organized Crime yang diatur dalam Konvensi PBB melawan Transnational Organized Crime,” buka Irjen Pol (purn). Dr.Ronny Sompie, SH. MH., Dirjen Imigrasi 2025-2020 ini. “Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB tersebut, salah satunya dengan UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” urainya saat membahas mengenai penanggulangan perdagangan orang mengutamakan upaya pecegahan.
Ia menambahkan bahwa selain TPPO, tidak bisa dikesampingkan perhatian terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM) yang berkaitan erat dengan kompetensi Ditjen Imigrasi sesuai pasal 120 UU No 6 tahun 2011.
“Berkaitan dengan TPPO, tidak semua TPPO menjadi Transnational Organized Crime, karena ada TPPO yang terjadi di dalam negeri. Oleh karena itu, POLRI sebagai instansi yang berkompeten menangani TPPO menaruh perhatian yang sangat besar,” paparnya.
Ronny Sompie mengungkapkan bahwa baru-baru ini Bareskrim Polri bersama Polda jajaran berhasil mengungkap 397 kasus TPPO dalam periode 22 Oktober hingga 22 November 2024. Pengungkapan tersebut, berhasil menangkap sebanyak 482 orang tersangka. Di samping itu, berhasil menyelamatkan 904 korban.
Kabareskrim Polri Komjen Pol. Wahyu Widada menyampaikan bahwa Perdagangan manusia adalah kejahatan serius terhadap kemanusiaan. “Kami berkomitmen untuk tidak memberi ruang sedikit pun bagi pelaku TPPO di Indonesia. Dengan sinergi seluruh pihak, kami terus melindungi masyarakat dari eksploitasi,” tegas Komjen Wahyu Widada saat konferensi pers hari Jumat (22/11).
Lebih lanjut Kabareskrim Polri menjelaskan bahwa ada empat modus operandi utama yang diungkap oleh Bareskrim Polri meliputi pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Timur Tengah dan Asia Tenggara, eksploitasi seksual anak dan dewasa, pernikahan anak secara paksa atau pengantin pesanan, serta eksploitasi pekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK).
Ahli Hukum Alumni Program Doktor Ilmu Hukum Universitas, Dr Ronny F. Sompie, SH., MH., yang saat ini menjadi Ketua Dewan Pengawas PERKAHI (Perserikatan Ahli Hukum Indonesia) memberikan ancungan jempol sebagai apresiasi atas keberhasilan pengungkapan kasus-kasus TPPO oleh Bareskrim Polri dan Polda jajaran yang terkait belakangan ini.
Ia membeberkan bahwa berdasarkan penjelasan Kabareskrim Polri tentang empat modus operandi TPPO yang berhasil diungkap, maka modus operansi Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Timur Tengah dan Asia Tenggara, bisa diupayakan pencegahan. Ronny menyarankan pencegahan tersebut dengan cara bekerjasama Kementerian Imigrasi & Pemasyarakatan melalui penguatan tugas dan fungsi keimigrasian mencermati saat pengajuan paspor dan melintas di perbatasan.
“Tiga modus operandi TPPO lainnya seperti eksploitasi seksual anak dan dewasa, pernikahan anak secara paksa atau pengantin pesanan, serta eksploitasi pekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) bisa dilakukan upaya pencegahan bersama Dinas Tenaga Kerja Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang menjadi asal para korban atau calon korban TPPO,” sarannya. Ia menambahkan bahwa para calon korban dan para korban TPPO kebanyakan di daerah kantong Pekerja Migran Indonesia yang ingin bekerja ke luar negeri.
“Oleh karena itu, kerjasama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi di bawah Kementerian Imigrasi & Pemasyarakatan sangat penting bagi Bareskrim Polri, terutama dalam menunda pemberian paspor dan menunda pemberangkatan ke luar negeri bagi Calon PMI yang masih non prosedural,” tekan Ronny.
Ia memaparkan bahwa Non prosedural dimaksud berkaitan dengan proses penyiapan dan pemberangkatan serta penempatan PMI ke negera tujuan yang tidak secara prosedur, karena tidak mendapatkan Visa Bekerja dari Negara Tujuan untuk bekerja di luar negeri.
Sarannya terakhir, “Tentunya selain bekerjasama dengan Ditjen Imigrasi, Bareskrim Polri perlu juga menggandeng Kemnaker dan BP2MI, agar bisa melakukan pencegahan terjadinya pemberangkatan Calon PMI secara non prosedur keluar negeri.”
Leave a Reply