RFS Apresiasi Penambahan Kuota Pupuk Bersubsidi dari Pemerintah dan Berikan Saran Masalah Pupuk

Ronny Franky Sompie (RFS) mengapresiasi penambahan kuota alokasi pupuk subsidi untuk petani se-Indonesia melalui keputusan
Menteri Pertanian (Mentan) Republik Indonesia (RI) Andi Amran Sulaiman menambah kuota alokasi pupuk subsidi untuk petani se-Indonesia senilai Rp 28 triliun, menjadikan total kuota alokasi pupuk subsidi menjadi sebesar Rp 58triliun, termasuk untuk Pemprov
Sulut, yang mendapat tambahan dari semula 47.428 ton menjadi 90.449 ton atau naik se- besar 90,74 persen, di dalamnya meliputi pupuk
kimia dan juga organik untuk 9 jenis komoditas seperti padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi dan kakao.

Ronny Sompie mengungkapkan harapan pertanian Sulut di masa depan yang akan mengubah cara pandang untuk kemajuan pertanian Sulut.

“Pengalaman selama Pemilu 2024 yang lalu, baik di Sangihe, Bolmong Raya dan Minahasa Raya, pada umumnya para petani bergantung pada pupuk bersubsidi dari pemerintah,” ujar politisi yang kerap turun ke masyarakat khususnya warga Sulawesi utara ini.

“Bagaimana dengan upaya lainnya dengan cara pembuatan pupuk organik secara mandiri oleh petani memanfaatkan sampah daun, rumput, makanan sisa (sayur, buah, daging, ikan dsb) dari hotel, restoran, rumah makan, pasar dan rumah penduduk ?” ucapnya.

Selama ini ia menilai penyuluhan pertanian belum memberikan dampak efektif terhadap pertanian terutama tentang tatacara penyediaan pupuk organik secara mandiri.

“Mungkin cara berpikirnya masih fokus tentang bagaimana cara mendapatkan untung secara bisnis dari pertanian, maar (tapi) belum fokus pada cara meningkatkan kemampuan petani dalam menyiapkan pupuk organik secara mandiri. Kalau memperkuat petani untuk membuat dan menyediakan secara mandiri pupuk organiknya yang mereka butuhkan sesuai jenis tanaman yang akan ditanam, mungkin akan berbeda hasilnya,” jelasnya.

Ia menjelaskan justru sebaliknya bahan baku untuk membuat pupuk ini banyak tersedia di wilayah masing-masing.

“Padahal bahan organik ada di desa tempat para petani melakukan kegiatan. Mengapa hanya bekerjasama dengan Kodam XIII/Merdeka saja? Bagaimana dengan para camat, hukumtua yang punya rakyat di desa-desa?,” tanyanya.

Putra daerah Sulawesi utara ini pernah mendapat penjelasan dari Emon,pengusaha kopi milenial yang terjun dalam hal ini setelah menerima pelatihan pembuatan pupuk organik di Kota Tomohon saat RFS berkunjung ke daerah ini. “Bahkan mereka sudah punya contoh cara membuat pupuk organik cair dan pupuk kompos dengan bahan baku yang terdapat di masyarakat sendiri,” tekan RFS.

“Bahkan sisa dan ampas kopi dari rumah kopi bisa mereka tampung untuk dibuatkan pupuk kompos organik,” ungkap Sompie.

“Sisa sayuran, buah-buahan, daging, ikan, tulang dan sebagainya dari pasar juga bisa dijadikan bahan pupuk organik bila diarahkan kepada para petani untuk menampung sampah organik dari pasar, sehingga tidak perlu dibawa ke tempat penampungan sampah asalkan dipisahkan dari sampah plastik dan kertas,” jelasnya lagi.

“Artinya, perlu koordinasi antara kepala dinas pertanian dengan kepala dinas yang membawahi pasar-pasar di seluruh wilayah kabupaten/kota masing-masing. Sementara Kota Manado dan Kota Bitung yang tidak memiliki Kepala Dinas Pertanian bisa dirangkul oleh Kepala Dinas Kabupaten Minahasa (Kota Manado) dan Kepala Dinas Kabupaten Minahasa Utara (Kota Bitung),” sarannya.

“Khusus Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu masih memiliki lahan pertanian, sehingga kerjasama antara Kepala Dinas Pertanian dengan Kepala Dinas yang membawahi Pasar lebih mudah dilakukan,” ungkapnya.

Ronny Sompie pun mengajak pemerintah dan kalangan akademisi seperti UNSRAT hingga peneliti lebih mempromosikan cara pengolahan pupuk cair ini di media sosial mereka. Sehingga para petani tergerak menggunakan pupuk organik dengan menggunakan contoh langsung dari konten Kelompok Tani yang telah berhasil menjalankan pengolahan limbah menjadi pupuk organik ini atas pelatihan mereka.

“Kalau UNSRAT berkenan, torang beking konten untuk mengajak Petani bersemangat membuat pupuk organik,” ajak RFS. “Mereka harus punya lokasi contoh, agar petani bisa belajar dan melihat langsung atas keberhasilan Pertanian dari contoh para ahli. Para ahli mungkin bisa pinjam tanah pemerintah/Gubernur Sulut yang sangat luas,” sarannya.

Dosen Peternakan UNSRAT, Dr. Stevy P. Pangemanan, S. Pt., M. Si menyatakan bahwa memang saat ini belum ada konten media sosial dari UNSRAT mengenai ini. “Belum ada konten,” ungkapnya. Namun ia bersedia membantu karena sebelumnya pihak mereka telah melakukan program ini tiap tahun.

“Kalau program UNSRAT sering tiap tahun pasti ada. Program Pengabdian pada masyarakat. Baik fakultas pertanian dan peternakan,” info Stevy Pangemanan.

Ronny Sompie berharap banyak para ahli pertanian dan ahli peternakan di Sulut lebih aktif mengangkat pengolahan pupuk organik di media. “Perlu memberikan penjelasan ke media massa atau juga dibuatkan media sosial agar masyarakat juga memahaminya.” tutup Ronny Sompie.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *