Ronny Franky Sompie (RFS) mengapresasi pemulangan Korban Perdagangan manusia oleh Bupati Minahasa Utara, Joune Ganda melalui Kepala Dinas (Kadis) Ketenagakerjaan Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Edwin Ombuh dalam rangka membantu pemulangan korban perdagangan orang dari luar negeri akibat bekerja secara unprosedural.
Sebelumnya kasus ini viral di media sosial dimana ada dua warga Kabupaten Minahasa Utara korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) bekerja di luar negeri minta bantuan untuk dipulangkan dari Kamboja. Akhirnya ditolong oleh Bupati Minut.
Perangkap perdagangan manusia kerap menjerat WNI kali ini warga Kabupaten Minahasa Utara yang menjadi pekerja migran, mereka menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akibat tergiur dengan pekerjaan di luar negeri dengan gaji tinggi.
Kadis Minut Ombuh menjelaskan bahwa terdapat masalah atau kendala teknis dalam hal ini seperti penggunaan paspor dan visa turis, bukan visa kerja ketika korban diberangkatkan ke luar negeri.
Saran Ronny Sompie untuk Upaya Pencegahan PMI Non Prosedural
“Lantaran Kepala Dinas Ketenagakerjaan Pemkab Minut sudah paham terhadap kendala teknis, maka upaya yang dilakukan oleh Pemkab Minut dalam hal ini adalah upaya pencegahan sekaligus kerjasama dengan BP3MI Manado untuk mengetahui daftar P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) yang memiliki surat izin perekrutan dan penempatan dari Kemenaker, BP2MI dan P3MI tersebut beroperasi di Kabupaten Minut dan Provinsi Sulut untuk merekrut PMI (Pekerja Migran Indonesia) asal Minut dan Sulut,” buka Ronny Sompie.
Penerima Bintang Jasa Utama dari Presiden Joko Widodo atas jasa melakukan tugas di luar tugas dan fungsi imigrasiĀ ini menjelaskan bahwa upaya pencegahan bisa dilakukan dengan cara kerjasama dan menyiapkan para PMI (Pekerja Migran Indonesia) secara transparan bukan secara tertutup seperti selama ini.
“Kita pernah melakukan kebijakan pencegahan pengiriman Calon PMI secara non prosedural sejak tahun 2017-2019 saat masih jabat Dirjen Imigrasi,” jelas jenderal polisi dua bintang ini. Sehingga di tahun 2017 Ditjen Imigrasi diberikan penghargaan dari Kemenlu atas upaya pencegahan pengiriman PMI non prosedural dengan cara menunda pemberian paspor bagi Calon PMI non prosedur di 125 Kantor Imigrasi se-Indonesia.
“Akhir tahun 2017 ada sekitar 6.000 Calon PMI yang bisa dicegah ke luar negeri,” ungkap Ronny Sompie. Kalau pada tahun 2019 sekitar 20.000 orang PMI yang berhasil dicegah ke luar negeri oleh 127 Kantor Imigrasi di Indonesia.
“Sehingga Dirjen Imigrasi mendapatkan Bintang Jasa Utama langsung dari Bapak Presiden Jokowi di Istana Negera pada 15 Agustus 2019,” ujar RFS.
“Pesan yang ingin saya sampaikan di sini adalah upaya pencegahan terjadinya PMI sebagai korban perdagangan orang dengan modus operandi memberi pekerjaan di luar negeri harus dilakukan secara bekerja sama dengan stakeholders terkait, tidak bisa hanya dilakukan dengan cara memberikan himbauan semata oleh Pemda Kabupaten Minut atau menunggu terjadinya korban baru memberikan bantuan untuk pemulangan PMI korban dari luar negeri,” pesan Putra Minahasa Utara ini.
Ronny Sompie siap membantu untuk memberikan masukan dan gambaran tentang bagaimana cara melakukan upaya pencegahan terjadinya korban perdagangan orang dengan modus operandi memanfaatkan pemberian bantuan kerja ke luar negeri.
Khususnya Calon PMI yang mau bekerja di luar negeri berasal dari desa atau kelurahan.
“Tentunya semua Pemda Kabupaten dan Kota mulai dari Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Camat, Hukumtua / Lurah, Ketua Lingkungan (Kepala Jaga/Pala) bisa berupaya melakukan pencegahan perdagangan orang dengan modus operandi memberikan iming-iming tawaran untuk bekerja di luar negeri, namun tidak sesuai prosedur yang diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja dan BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia),” jelasnya.
“Oleh karena itu, para Bupati dan Wali Kota bisa meminta daftar job order dari negara tujuan bekerja melalui koordinasi informasi tersebut dari Kemenaker dan BP2MI,” saran Sompie.
Tekannya, “Informasi tentang job order dari negera tujuan jangan hanya disimpan dan dibagikan oleh Kemnaker dan BP2MI kepada P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia).”
“Seyogyanya informasi tentang adanya job order dari luar negeri dibagikan juga kepada Pemda Kabupaten dan Kota, sehingga bisa dijadikan dasar dalam upaya membantu perekrutan calon tenaga kerja (Calon PMI) yang akan bekerja ke luar negeri,” ujarnya.
Tambahnya, kalau P3MI tidak mau bekerjasama dengan Pemda Kabupaten dan Kota, maka perlu dicurigai kinerja P3MI yang dikhawatirkan justru terlibat mafia perdagangan orang yang hanya menginginkan Calon PMI tanpa dilengkapi visa untuk bekerja dari negara tujuan berdasarkan job order yang diberikan negara tujuan bekerja tersebut.
“Marijo torang perkuat kerjasama lintas instansi yang melibatkan semua stakeholders untuk menutup celah mafia perdagangan orang yang selalu memanfaatkan para calon Pekerja Migran Indonesia dengan iming-iming pekerjaan di luar negeri, namun tidak dilengkapi secara prosedur administrasi yang dapat mengamankan setiap calon PMI yang akan bekerja ke luar negeri,” ajaknya.
Ia melanjutkan menjelaskan, pedoman kerjasama yang bisa dijadikan dasar adalah UU No 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia Oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia serta Peraturan Pemerintah No 59 tahun 2021 tentang pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk lebih menjamin Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya sebagaimana di atur dalam Konferensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
“Upaya yang telah dilakukan oleh Pemda Kabupaten Minut ini perlu torang kase apreasiasi, agar Pemda Kabupaten lainnya bisa mencontoh dan melakukan upaya serupa,” ujar penulis buku berjudul Exit Strategy Polemik Migran Indonesia.
Namun demikian, lebih dari itu, perlu dilakukan upaya pencegahan terjadinya pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia asal Sulut ke luar negeri, kalau cara pengirimannya dilakukan oleh mafia perdagangan orang yang menyamar sebagai Pengusaha Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
“Upaya yang lebih awal bisa dengan cara pre-emtif, yaitu memberikan penguatan informasi dan juga pelatihan khusus secara lebih dini di Sekolah-Sekolah seperti SMK (yang siap bekerja) dan Perguruan Tinggi terutama Politeknik yang mendidik calon tenaga kerja yang siap bekerja,” tutup Ronny Sompie.
sumber foto ilustrasi : canva
Leave a Reply